top of page

Bab 2 - AFaAK

Andrea segera memeluk dan mencium istrinya sesampainya di dalam rumah, suasana yang hangat di dalam rumah terasa lebih hangat lagi ketika mereka saling berpelukan satu sama lain. Andrea sangat menyayangi istrinya, Aurora Ventura. Wanita cantik dan manis yang memiliki rambut pirang emas dan bola mata berwarna biru terang ini sudah menemani Andrea selama delapan tahun lamanya dan Andrea tidak pernah bosan untuk menyayanginya.


“Tidak boleh ada senapan di rumah.“ Aurora kemudian mengambil senapan milik Andrea. Andrea hanya membalasnya dengan tawa kecil, Ia melepaskan topi hitamnya dan menggantungkan topi itu ke tiang penggantung di samping pintu.


“Masak apa hari ini?“ tanya Andrea sembari membersihkan jas hitamnya dan kemudian melepasnya dan berjalan masuk ke dalam rumah mengikuti Aurora.


“Ikan panggang favoritmu, tapi mungkin sudah agak dingin. Aku kira kau akan pulang seperti biasa.“ Aurora kemudian memasukan senapan Andrea kedalam lemari khusus dan mengunci pintunya.


“Gilardo memberikan tugas tambahan untukku.“ Balas Andrea, Aurora tahu betul apa pekerjaannya tetapi Aurora tidak menjauhi atau membenci dirinya. Ia tetap mencintai Andrea sama seperti saat pertama kali mereka bertemu.


“Makan sebelum menjadi lebih dingin.“ Perintah Aurora ketika mereka berdua sudah duduk di meja makan, Andrea melahap ikan panggang itu dengan segera dan tak butuh waktu yang lama untuk menghabisinya.


“Masakanmu lezat, seperti biasanya.“ Aurora yang duduk di depannya tersenyum dengan manis mendengarnya.


“Patricia sudah tidur?“ tanya Andrea sembari memberikan uang yang didapati olehnya kepada Aurora.


“Dia tertidur karena menunggumu terlalu lama.“ Mendengar itu, Andrea segera bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar anaknya.


“Jangan bangunkan dia.“ Tetapi Andrea terus berjalan ke kamar anaknya.


“Dia harus bertemu denganku setiap harinya.“ Kata Andrea dan Aurora hanya menggelengkan kepalanya.


Ketika sudah masuk ke dalam kamar anaknya, Andrea melihat malaikat kecilnya yang sedang tertidur dengan pulas, lampu kamar kecil menerangi wajahnya yang terlihat lelap dan tenang. Boneka beruang kesukaannya Ia peluk dengan eratnya, Patricia adalah anak semata wayangnya, dan Andrea menyayangi anaknya itu melebihi apapun di dunia ini.


Andrea kemudian berjalan ke samping kasur anaknya dan menyelimuti tubuh anaknya dengan jas hitam miliknya, lalu kemudian mengusap lembut rambut pirang anaknya itu.


“Hey.“ Panggil Andrea sedikit berbisik, dan butuh beberapa saat bagi Patricia untuk membuka matanya dan kemudian langsung memeluk ayahnya itu dengan pelukan yang hangat dan selalu dinantikan Andrea.


“Kapan kau pulang?“ tanya Patricia, matanya yang berwarna hitam menatap Andrea dengan tatapan bahagia, giginya yang kecil dan ompong tersenyum lebar.


“Aku baru saja pulang.“ Jawab Andrea sembari mencium kening Patricia dengan hangat.


“Bagaimana harimu?“ tanya Andrea dan Patricia langsung bercerita panjang lebar, mendengarkan kisah hidup seorang anak perempuan berusia tujuh tahun dalam menjalani hari-harinya selalu menjadi kegiatan favorit Andrea setiap harinya. Ia selalu mendengarkan dengan teliti kisah-kisah yang diceritakan oleh putrinya itu, Aurora pun saat ini juga duduk di sampingnya dan mendengarkan kisah Patricia dengan seksama.


Patricia bercerita terus menerus dan tak butuh waktu yang lama, kedua matanya kembali tertutup secara perlahan dan tanpa disadarinya, Ia sudah kembali tertidur lelap dan nyenyak. Andrea dan Aurora tertawa pelan melihat kebiasaan dari putrinya itu dan mereka berdua bergantian mencium kening dan pipi putri kesayangan mereka itu.


“Harimu melelahkan?“ tanya Aurora ketika Ia dan Andrea sedang berbaring dengan santai di kasur mereka.


“Tidak juga, semuanya menjadi terasa mudah sekarang.“


“Kau harus selalu berhati-hati dalam pekerjaanmu.“ Andrea selalu tersenyum ketika mendengar istrinya mengatakan itu.


“Aku masih menyayangimu dan Patricia, aku belum mau mati.“ Balas Andrea dan kali ini giliran Aurora yang tersenyum.


“Oh ya, tuan Ziotto akan menikah lusa depan.“ Kata Andrea dan Aurora menatap kearahnya.


“Kita diundang ke pestanya, kau mau datang?“ tanya Andrea.


“Kenapa tidak? Tuan Ziotto adalah manusia yang merubah kehidupan kita, kan?“ tanya balik Aurora dan Andrea setuju mendengarnya.


“Patricia ikut?“ tanya Andrea dan kali ini Aurora tampak mempertimbangkan jawabannya.


“Apakah semua orang Tappeli diundang dan akan datang?“


“Aku kurang tahu, tetapi mungkin hanya yang penting-penting saja.“ Jawab Andrea, dan Ia tahu mengapa istrinya itu terlihat hati-hati karena Aurora tidak begitu suka dan percaya dengan orang-orang Tappeli yang terkenal bengis dan kejam.


“Kita bicarakan nanti saja,“ potong Andrea sembari mencium pipi Aurora.


“Besok aku harus mengantarkan Patricia ke sekolah.“ Lanjut Andrea dan kemudian Aurora mematikan lampu kamar dan mereka berdua tertidur dengan lelap.


Esoknya, Andrea dibangunkan alarm yang berdering keras dan memenuhi seisi kamar. Andrea kemudian bangun dari kasurnya dan menyadari apabila Aurora sudah bangun terlebih dahulu dan sedang menyiapkan masakan untuk disantap.


Andrea mengambil waktu sejenak untuk menyegarkan otaknya, meminum segelas air yang biasa Ia letakan di meja di samping kasurnya dan kemudian baru bangkit berdiri dan berjalan kearah ruang makan, dimana Aurora sudah menyiapkan cukup banyakan makanan untuk sarapan.


“Selamat pagi sayang.“ Sapa Aurora.


“Patricia belum bangun?“ tanya Andrea dan Aurora menggelengkan kepalanya.


“Ia masih tertidur dengan pulas.“ Jawab Aurora sembari membuat kopi hitam hangat kesukaan Andrea.


“Aku akan bangunkan dia, sekarang sudah jam tujuh. Dua jam lagi dia seharusnya sudah berada di sekolah.” Andrea kemudian berjalan kearah kamar Patricia.


Dan putrinya itu masih tertidur dengan nyenyak dan nyamannya, jas hitam yang menyelimuti tubuh mungilnya masih menutupi tubuhnya dan sesaat kemudian Andrea baru tersadar. Ia berjalan kearah putrinya itu, meraih saku jas hitamnya dan mengeluarkan senapan Revolver Single Action Army ber-barel pendek yang muat dan biasa dibawa Andrea di dalam saku jasnya.



Andrea menghembuskan nafas panjang lega, Senapan itu belum dikunci dan bisa ditembakkan dengan mudah tetapi untungnya tidak terjadi apa-apa kepada putri kesayangannya itu. Andrea memang selalu membawa senapan ini di dalam jasnya kemanapun Ia pergi dan berada, berkat senapan mungil ini pula nyawanya terselamatkan beberapa kali.


Kemudian Andrea mengunci senapan itu dan memasukannya lagi kedalam jas hitamnya yang sudah Ia ambil, dan membangunkan putrinya itu dengan bisikan pelan dan elusan lembut di rambutnya. Beberapa saat kemudian, Patricia terbangun dengan perlahan dan hal pertama yang Ia lakukan adalah memeluk ayahnya itu dengan erat, kebiasaan yang sudah Ia lakukan sedari dulu.


“Ayo bangun, kau harus kesekolah.“ Andrea mengangkat tubuh mungil anaknya itu dengan mudah dan menggendongnya ke meja makan, dimana Aurora langsung datang dan mencium keningnya.


“Makan ini sayang.“ Aurora menyodorkan semangkuk bubur lezat kepada Patricia yang langsung menyantapnya dengan nikmat.


Beberapa saat kemudian, mereka bertiga makan dengan nikmat. Masakan Aurora selalu terasa lezat dan Andrea selalu menghabiskan apapun yang istrinya masak hari itu.


Seusai makan, Andrea menunggu Aurora dan Patricia yang sedang mandi sembari membaca koran. Berita kematian pengacara kemarin masuk kedalam halaman utama berita hari itu, dan satu kotak kecil disebelahnya muncullah berita kematian pendatang baru kemarin yang juga Andrea bunuh.


Berita pembunuhan memang sudah cukup sering masuk ke dalam koran-koran berita di kota ini, tetapi baik polisi ataupun media tidak pernah tahu siapa pelaku utama dari pembunuhan ini. Andrea menduga apabila Gilardo telah membayar banyak uang kepada media untuk tidak ikut campur dengan masalahnya selain memberitakan kematian orang-orang itu saja, dan jika dipikir-pikir lagi tidak ada satupun polisi di kota ini yang berani bermacam-macam dengan Gilardo maupun orangnya.


Mungkin ini adalah cara kerja Mafia yang sebenarnya, menggunakan semua cara untuk mencapai apa yang mereka inginkan. Tetapi Andrea tidak terlalu pusing dengan hal seperti itu, tugas ia hanyalah satu dan ia akan menjalankan tugas itu selama Gilardo menyuruhnya.


Tak lama kemudian, Aurora dan Patricia telah selesai mandi dan kini giliran Andrea. Setelah selesai mandi, ia mengenakan kemeja dan juga celana panjang, dan kemudian melapisi kemejanya dengan jas hitamnya lalu berjalan keluar kamar dimana Patricia dan Aurora sudah menunggu, Patricia yang berada di pangkuan ibunya terlihat sedang bermain dengan Aurora dan terlihat sangat senang dan penuh gelak tawa.


Andrea berjalan ke arah mereka dan mengajak Patricia menuju mobil Mercerdes-Benz W-186 berwarna coklat tua miliknya dan membukakan pintu untuknya agar masuk terlebih dahulu, kemudian Andrea masuk ke dalam mobil dan mulai menyalakan mesinnya. Patricia melambaikan kedua tangannya kepada ibunya yang berdiri di pintu rumah dan Andrea kemudian membunyikan klakson mobil sekali lalu kemudian menjalankan mobilnya.



“Semalam aku bermimpi menjadi seorang ratu dan ayah adalah prajuritku.“ Ucap Patricia yang duduk di samping Andrea, Andrea yang mendengarnya hanya bisa tersenyum lebar.


“Lalu, siapa rajanya?“ tanya Andrea.


“Mama.“ Patricia menjawabnya dan Andrea tertawa lagi mendengarnya.


“Lalu, apa lagi yang terjadi?“ tanya Andrea dan sepanjang perjalanan itu diisi dengan cerita khayalan Patricia. Dan tak lama kemudian, mereka berdua sudah sampai di sekolah publik kota itu, Andrea memarkirkan mobilnya dan kemudian membukakan pintu agar Patricia bisa keluar dan kemudian menggandeng tangannya menuju ke sekolah. Badan Patricia mengigil sedikit dikarenakan udara yang memang dingin. Andrea melepaskan topi hitamnya dan menutupi kepala anaknya yang mungil itu dengan topinya yang kebesaran.


“Ayah, apakah paman Robert sudah keluar dari penjara?“ tanya Patricia, menanyakan salah satu rekan kerja Andrea.


“Seharusnya dia sudah bebas minggu ini, tetapi ayah belum bertemu dengannya.“ Jawab Andrea dan Putrinya itu membalasnya dengan anggukan.


“Hari ini kau belajar apa?“ Di depannya terlihat juga banyak orang tua yang mengantarkan anak mereka ke sekolah.


“Menggambar ! Aku suka sekali menggambar !“ jawab Patricia sembari melambaikan tangannya kepada seorang anak perempuan berkulit hitam yang berdiri tak jauh dari mereka.


Dan kemudian Andrea melihatnya, anak itu tampak dijauhi oleh anak-anak lain yang berkulit putih tetapi Patricia justru menjadi sahabatnya. Suatu tindakan yang selalu Andrea dukung penuh karena Andrea tidak pernah memandang manusia dari warna kulit mereka.


“Halo Natalia.“ Sapa Andrea ketika mereka berdua sudah sampai di depannya. Natalia adalah salah satu dari sedikit murid berkulit hitam yang sekolah di sini, tingginya tidak lebih tinggi dari Patricia dan rambut serta bola matanya yang berwarna hitam membuat dirinya terlihat lebih cantik.


“Halo Andrea.“ suara Natalia terdengar manis dan ramah sekali dan Andrea tersenyum kearahnya, tetapi Patricia memukul lengan Natalia pelan.


“Kau harusnya memanggilnya ayah, sama sepertiku.“ Andrea tertawa pelan mendengarnya, Natalia menatap Andrea dengan tatapan malu-malu dan meminta bantuan.


“Natalia bisa memanggil ayah apapun yang Ia mau.“ Kata Andrea dan menuntun mereka berdua masuk kedalam gedung sekolah, Natalia menggenggam tangan kanan Andrea dengan erat.


Ketika masuk ke dalam gedung sekolah, cukup banyak orang-orang Tappeli yang Ia kenal juga sedang mengantarkan anak mereka bersekolah di sini tetapi Andrea berpura-pura tidak melihat mereka dan terus berjalan menuju kelas anaknya.


Sesampainya di depan kelas, bel sekolah berbunyi dengan kerasnya dan Natalia serta Patricia bergantian memeluk Andrea dengan erat, tak lupa juga Patricia mengembalikan topi hitam ayahnya itu sebelum masuk ke dalam kelas.


“Hari yang menyenangkan?“ tanya seorang pria bertubuh tinggi kurus dan berambut panjang berwarna pirang emas yang berjalan mendekat kearah Andrea.


“Richard.” Richard adalah manusia paling berbahaya di kota ini. Semua orang jahat di kota ini tahu siapa dia dan selalu berdoa agar selalu dijauhkan dari kehadirannya. Richard bekerja sebagai pembunuh bayaran terbaik dari kelompok Mafia Arnaldo, kelompok Mafia yang juga dekat hubungannya dengan Mafia Tappeli.


“Menjalankan tugasmu?“ tanya Andrea, meskipun ia tahu apabila Richard adalah manusia paling sadis dan kejam yang pernah Ia temui tetapi Andrea selalu merasa tenang ketika bertemu dengannya, karena hubungan Tappeli dan Arnaldo yang sangat dekat maka kecil kemungkinannya untuk Andrea menjadi salah satu target Richard.


“Ya. Manusia ini tidak mau membayar hutang miliknya.“ Jawab Richard tetapi dia tidak berhenti melainkan terus berjalan dan begitu Ia sampai di depan pria tua yang sedang menggandeng anaknya, terdengarlah suara tembakan yang kencang sekali dan membuat panik seisi sekolah. Suara jeritan histeris anak-anak dan juga orang-orang di gedung sekolah terdengar sangat keras dan membuat telinga Andrea terasa sakit.


Pria tua itu tergeletak di lantai tak berdaya, darah mengalir deras dari kepalanya dan anak yang berada di sampingnya sebelumnya hanya bisa duduk lemas dan menangis dengan keras. Richard tak berhenti disitu, dengan gerakan lambat Ia mengarahkan pistol miliknya kearah anak itu dan siap menembaknya, tetapi Andrea dengan gesit mengambil Revolver kecil miliknya dari jas dan membidik ke arah kepala Richard.


“Lakukanlah dan kau mati,“ Richard kemudian menoleh kearahnya, sedikit terkejut ketika melihat Andrea yang menodongkan Revolver pendek kearahnya.


“Tugas dan targetmu hanyalah satu.“ Lanjut Andrea, suara teriakan masih terdengar di sekitarnya tetapi sejauh mata memandang tidak ada manusia satupun yang berani berada di dekat Andrea maupun Richard.


“Maaf, Kebiasaan lama.“ Balas Richard sembari memasukan pistolnya ke balik saku jas berwarna putih miliknya. Tetapi Andrea belum menurunkan pistolnya dan masih mengarahkannya tepat di kepala Richard.


“Ayah?“ tanya Patricia di pintu masuk kelas, Andrea melirik sekilas kearah putrinya itu dan tersenyum tipis kearahnya.


“Masuk kedalam sayang.“ Perintah Andrea dengan nada suara yang lembut, dan untungnya Patricia langsung menuruti perintahnya itu. Richard yang melihat kelakukan Andrea hanya bisa mendengus pelan.


“Kau mempunyai hati yang lembut untuk seorang pembunuh, Andrea,“ kata Richard sembari berjalan kearahnya.


“Bukan satu kombinasi yang bagus menurutku.“ Lanjutnya sembari menepuk pundak

Andrea ketika ia sudah berada di sampingnya, dan tanpa sepatah kata lagi Richard berjalan terus sampai keluar dari gedung.


Andrea kemudian memasukan kembali revolver miliknya kedalam saku jasnya dan berjalan perlahan kearah orang tua dan anaknya itu, dengan sekali lihat pun Andrea tahu apabila orang tua itu sudah tak bernyawa dan tak bisa diselamatkan lagi tetapi ketika melihat anak kecil disebelahnya yang masih menangis dengan keras membuat Andrea merasa tidak nyaman.


Lalu Andrea melihat kesekelilingnya, suasana menjadi sangat kacau dan berantakan. Orang-orang berlarian keluar gedung dan anak-anak di kelas masih menjerit ketakutan, Andrea memberi gestur kepada Patricia dan Natalia untuk keluar kelas dan mengikutinya dan mereka bertiga kemudian berjalan keluar gedung dan menaiki mobil Andrea.


“Apa yang terjadi ayah?“ tanya Patricia, wajahnya sedikit ketakutan dan panik tetapi ketika melihat wajahnya yang tidak terluka sama sekali Andrea merasa lega.


“Ayah juga tidak tahu terlalu banyak sayang.“ Andrea kemudian menyalakan mesin mobil lalu menjalankan mobilnya secara perlahan.


“Kau baru saja menyaksikan orang dibunuh Pat.“ Kata Natalia, dia terlihat lebih tenang dan seakan sudah terbiasa dengan kejadian seperti ini. Andrea tahu apabila ada sesuatu yang sedikit salah dengan anak ini tetapi Ia hanya tersenyum tipis padanya.


“Apa itu dibunuh?“ tanya Patricia, Natalia sedikit terkejut mendengarnya.


“Itu adalah kejadian dimana seseorang meninggal dunia secara paksa.“ Jawab Andrea, ia selalu jujur kepada anaknya soal apapun. Termaksud ketika membahas hal-hal seperti ini.


“Wow, jahat sekali.” Andrea tersenyum kecil sekaligus sedikit sedih ketika mendengarnya.


“Sekolahmu pasti diliburkan untuk hari ini, ayo kita makan es krim !“ ucap Andrea dan kedua anak itu setuju dengan riang.


Dan tak lama kemudian, mereka sampai di restoran kecil yang terletak tidak terlalu jauh dari sekolah. Andrea memarkirkan mobilnya dan membukakan pintu untuk mereka berdua lalu menuntun mereka berdua masuk kedalam restoran kecil yang cukup ramai itu.


Ketika Andrea masuk, restoran kecil itu berbentuk seperti bar pada umumnya namun menjual es krim dan memang di khususkan untuk anak-anak. Andrea kenal dengan pemilik restoran ini karena restoran ini juga adalah salah satu dari banyaknya properti milik Tappeli yang berada di kota ini.


“Hei Andrea!“ sapa pemilik restoran, Tola Gelardo. Seorang pria tua bertubuh besar tetapi memiliki wajah dan hati yang riang.


“Hai anak-anak.“ Lanjutnya ketika mereka semua duduk di depannya.


“Paman Tola, aku ingin Es Krim Marshmallow Mint kesukaanku. Porsi yang besar.” Kata Patricia dengan senyuman lebar, ia sangat suka dengan es krim.


Andrea melihat siaran televisi yang ditayangkan pada pagi itu, kasus pembunuhan pengacara kemarin akhirnya masuk kedalam televisi tetapi tampaknya mereka belum tahu perihal penembakan di sekolah tadi. Siaran kemudian berganti ke wawancara kepala polisi nasional baru yang tampak sekali kesal dan marah akan kejadian-kejadian belakangan ini.


“Ketika aku diangkat menjadi kepala polisi nasional, aku telah berjanji untuk menumpas semua kejahatan disini,“ ucapnya dengan suara yang agak keras.


“Kota Delitto adalah sasaran utama kami mulai sekarang, dan aku akan mengerahkan pasukan terbaikku untuk menumpas kejahatan disana. “ Gilardo tidak akan senang mendengar ini.


Bersambung ...


2 views0 comments

Related Posts

See All

Comments


bottom of page