top of page

Bab 4 - AFaAK

Matahari sudah mulai terbenam ketika mereka berada di lokasi yang sudah mereka tuju, deretan orang Tappeli bersiaga dengan moncong senapan mengarah ke arah datangnya musuh yang sampai detik ini belum menunjukan batang hidungnya.


Mereka berada di jalan raya kosong dengan beberapa bangunan di sisi kanan dan kiri, tetapi tidak ada pemukiman penduduk di dekat sini dan juga tidak ada penduduk kota yang tinggal di dekat sini sehingga Andrea dan yang lainnya tak perlu takut untuk salah menembak.


Robert berdiri di samping Andrea dan berlindung di balik semacam barikade buatan anak buahnya yang berada di tengah jalan raya, di atas barikade tersebutlah terpasang M1919 Browning Machine Gun dengan rentetan peluru yang siap untuk ditembakan ke musuh. Senapan khusus militer yang digunakan di Perang Dunia 2 dan Andrea sendiri tidak tahu bagaimana caranya Robert bisa mendapatkan senapan tersebut.



“Bagaimana kau bisa mendapatkan senapan itu?“ tanya Andrea, sembari mengatur posisi senapan Marlinnya agar berada di punggungnya, di tangan kanannya Ia memegang Thompson SMG yang sudah siap ditembakkan.


“Dari salah satu temanku, kau harusnya masuk ke penjara sesekali.“ Mendengar itu, Andrea hanya bisa membalasnya dengan senyuman enggan.


Tak lama kemudian, musuh datang. Robert langsung menembakan senapannya ke arah musuh dan sukses menghentikan laju mereka, telinga Andrea terasa ngilu sekali karena mendengar suara senapan Robert yang sangat kencang dan terus menerus. Tetapi Andrea tidak diam begitu saja, Ia berlari kedepan bersama beberapa anak buahnya dan mulai menembaki truk-truk polisi itu dengan akurasi yang di luar dugaan musuh dan ketika peluru senapan Andrea sudah habis, dengan cekatan Andrea menggantinya dan kembali menghujani musuh dengan tembakan. Memberikan waktu yang sangat sedikit sekali bagi musuh untuk mengembalikan keadaan.


Andrea menghitung ada 6 truk besar yang menjadi musuh mereka, 4 berhenti di tengah jalan sedangkan dua sisanya masih mampu berhenti di pinggir jalan. Andrea dan Robert sama-sama kehabisan peluru bagi senapan serbu mereka, Andrea segera membuang Thompson-nya dan Robert segera pindah dari balik barikade ke tempat yang lebih aman. Tetapi mereka berhasil membunuh banyak sekali musuh dan sukses menghentikan laju mereka secara total, memaksa musuh untuk mau tidak mau harus bertarung dengan mereka.


Setelah itu, para prajurit musuh mulai turun dari truk dan mereka sudah menggunakan armor lengkap yang melindungi seluruh tubuh mereka dari kepala sampai kaki. Beberapa dari mereka menggunakan setelan jas yang Andrea tebak adalah anggota FBI atau satuan khusus lainnya.


Andrea lalu mengarahkan senapan Marlin-nya dan menembakannya ke salah satu musuh dan sukses membunuhnya dengan cepat, Robert di sampingnya mengeluarkan Thompson SMG dan menyerbu musuh dengan beringas dan tak kenal ampun, membunuh cukup banyak dari mereka dalam waktu yang singkat.


Andrea kemudian bergegas melindungi Robert dari belakang dengan Marlin-nya, mereka berdua membunuh banyak sekali musuh dalam waktu yang relatif singkat. Tetapi keadaan mulai berubah ketika Robert sudah kehabisan peluru dan terpaksa menyingkir dari medan pertempuran.


Selama beberapa saat, suasana sangatlah hening dan tak bersuara. Salah seorang anak buah Andrea kemudian memutuskan untuk maju kedepan dan melemparkan Molotov ke arah musuh, tetapi dengan cekatan salah satu dari musuh yang menggunakan jas menembaki Molotov itu ketika masih di udara, membuat serangan barusan menjadi tidak berguna. Dan detik berikutnya, musuh berjas itu menembaki anak buah Andrea barusan tepat di kepala dan membunuhnya saat itu juga. Keadaan kini berbalik, dan Andrea tidak menyukainya.


Musuh melakukan serangan balik dengan cepat dan efisien, pria berjas itu membunuh banyak sekali anak buah Andrea dan Robert seorang diri dengan senapan rifle-nya dan Andrea mau tak mau harus mengakui apabila orang itu mempunyai akurasi dan kemampuan menembak yang luar biasa hebat. Pasukan polisi mulai menyerbu Andrea dan yang lain dengan senapan serbu, keadaan menjadi kacau dan korban dari sisi Andrea mulai berjatuhan.


Selesai mengisi ulang senapannya, Andrea melakukan tembakan balik dan berhasil membunuh beberapa musuh tetapi jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari, sementara musuh yang mendekat masih berjumlah banyak.


Robert kemudian mengambil Thompson SMG milik salah seorang anak buahnya yang sudah tewas dan mulai menembaki musuh dengan rentetan tembakan yang liar namun tetap akurat, menjatuhkan banyak sekali lawan dengan satu serangan. Tetapi pria berjas itu sudah mengantisipasi gerakan Robert dan berhasil menancapkan peluru yang sedikit meleset dan mendarat di bahu Robert.


Robert terpental sedikit, tetapi dengan tergesa-gesa Ia masih mampu berlindung di balik barikade. Andrea menarik nafas dalam-dalam, Ia sudah tahu dimana posisi musuhnya berada dan Ia harus membunuhnya sekarang juga karena orang itu sudah membuktikkan dirinya sebagai lawan yang berbahaya. Tetapi ketika Andrea baru saja hendak membidik ke arah orang berjas, orang tersebut sudah menantikan kehadiran Andrea dan langsung menembakan peluru yang membuat topi fedora hitam Andrea terlepas dari kepalanya.


“Kau tak apa Andrea?“ tanya Robert sembari berteriak, Andrea yang sudah kembali bersembunyi hanya bisa menjawabnya dengan sebuah anggukan.


Andrea baru saja menginjakan satu kaki menuju kematian, tembakan dari pria berjas itu untungnya meleset dan tidak mengenai kepalanya. Andrea sudah mulai kehabisan peluru dan juga sudah mulai kehabisan akal untuk mengalahkan musuh kali ini. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi.


Baik kubu Andrea maupun musuh sama-sama kehilangan banyak prajurit, tetapi kubu musuh kehilangan jauh lebih banyak orang daripada Andrea. Sementara itu, Robert merogoh sesuatu dari balik sakunya dan kemudian menarik lepas pin­-nya dan melempar sebuah granat ke arah musuh yang meledak dengan keras beberapa detik kemudian.


Dengan sisa-sisa peluru yang ada, Andrea dengan cepat kembali menyerbu mereka dan membunuh banyak sekali musuh dengan senapannya. Dan kemudian Andrea melihatnya, pria berjas yang hampir saja membunuhnya barusan dan Ia terlihat sedang terluka akibat terkena serpihan ledakan granat barusan. Maka dari itu Andrea tidak membuang-buang waktu lagi, dengan sigap Ia membidik ke arah orang itu dan menarik pelatuk senapannya.


Yang sudah kehabisan peluru dan tidak mengeluarkan apa-apa lagi selain bunyi senapan yang macet, Andrea merasa kesal karena tidak menghitung peluru dan tembakannya. Tetapi dengan cepat Andrea merogoh saku jasnya dan mengambil Revolver miliknya dan bersiap untuk menembaki pria berjas itu, namun salah seorang polisi mengambil inisiatif terlebih dahulu dan menembakan banyak sekali peluru ke arah Andrea yang untungnya sudah ditarik duluan oleh Robert untuk menghindari terjangan peluru barusan.


Kemudian Ia melihat salah seorang polisi yang membantu pria berjas itu dan membawanya ke dalam truk mereka dan kemudian memacu truk itu dengan cepat melewati Andrea berserta anak buahnya dan melenggang masuk ke dalam kota yang kini sudah diterangi lampu jalanan dan juga cahaya bulan.


“Tidak ada yang bisa kita lakukan soal itu.“ Kata Robert, Andrea memasukan kembali Revolver-nya ke balik saku jas. Ia juga membuka dan membuang topeng miliknya itu, Robert juga melakukan hal yang sama.


“Setidaknya kita sudah membunuh hampir seluruh pasukan mereka, hanya menyisahkan beberapa dan satu buah truk mereka.“


“Yeah.“ Balas Andrea sembari berjalan ke arah dimana topi fedora hitamnya berada dan mengambilnya, sebuah lubang berukuran besar menembus dan merusak topi fedora favoritnya itu.


Setelah menggunakan kembali topinya, Andrea melihat hasil dari pekerjaannya hari ini. Jalanan itu benar-benar dipenuhi oleh mayat-mayat musuh maupun anak buahnya sendiri, dari 70 orang yang ikut serta dengannya hanya tersisa sekitar 20 orang saja yang masih hidup. Andrea kemudian menyuruh cukup banyak dari anak buahnya untuk membersihkan jalanan itu dari mayat dan memasukan mayat-mayat tersebut ke dalam truk-truk polisi yang ternyata masih berfungsi dengan baik.


Robert juga menyuruh anak buahnya untuk mengumpulkan semua senapan-senapan yang tergeletak di jalanan dan menaruhnya di balik truk polisi, dan Ia juga menyuruh anak buahnya untuk sekedar merapikan jalanan dari segala kekacauan barusan.


“Kita benar-benar membunuh banyak sekali musuh hari ini.“ Kata Robert ketika dirinya dan Andrea sedang melihat ke balik salah satu truk khusus yang memang digunakan untuk mengangkut mayat.


“Yeah, tetapi sayangnya kita tidak menghabisi mereka semua.“ Balas Andrea dan Robert memukul lengannya dengan pelan, meskipun begitu Andrea masih terpental sedikit ke samping.


“Kita sudah lakukan yang terbaik, mustahil rasanya untuk selalu sukses dalam semua tugas kita.” Andrea mengangguk setuju secara tak sadar.


“Tetapi aku yakin Gilardo akan senang dengan hasil kita kali ini.“


“Jika kepala polisi nasional kita tidak menjadi takut atau menjadi sungkan untuk mengirimkan pasukannya ke kota ini lagi, maka dia adalah orang yang bodoh.“ Andrea tertawa kecil mendengarnya.


Tak berapa lama kemudian, anak buah Andrea dan Robert sudah menyelesaikan tugas mereka dan mereka semua kembali ke tempat Gilardo sembari membawa serta 5 truk polisi yang besar, tumpukan senjata dan peluru, dan juga setumpuk mayat.


Sesampainya di tempat Gilardo, Andrea dan Robert langsung bergegas ke ruangan pribadi Gilardo yang dimana mereka sudah disambut olehnya dengan senyuman lebar dan puas.


“Meskipun kalian gagal, tetapi aku tidak mungkin untuk tidak mengatakan apabila aku kagum dengan kerja keras kalian,” kata Gilardo sembari mempersilahkan mereka berdua untuk duduk di depannya.


“Kalian membunuh banyak sekali pasukan terbaik di negara ini. Kalian layak mendapatkan ini.“ Sambung Gilardo sembari menyodorkan segepok uang yang jumlah dan tebalnya jauh lebih tebal dari yang pernah Andrea terima sejauh ini.


“Polisi seharusnya mengirimkan pasukannya kesini setiap hari.“ Kata Robert ketika melihat jumlah uang yang ia dapat hari ini.


“Selama aku berbisnis di kota ini, kalian berdua adalah aset ku yang paling berharga dan paling berguna daripada yang lain,“ kata Gilardo.


“Hari-hari belakangan ini juga bisnis kita semakin berkembang dan semakin maju, kalian layak mendapatkan uang sebanyak itu.“ Andrea dan Robert senang mendengarnya.


Kemudian, terdengar suara ketukan pintu dan beberapa detik setelahnya masuklah seorang pria pendek berbadan kurus sembari menepukkan kedua tangannya dan tersenyum lebar ke arah Gilardo, Andrea dan juga Robert.


Orang itu adalah Lira Arnaldo, pemimpin Mafia Arnaldo dan juga boss dari Richard. Andrea sudah pernah bertemu dengannya sebelumnya, tetapi ini adalah pertama kalinya Lira datang ke tempat Gilardo secara langsung.


Di belakang Lira, Richard mengikutinya dengan patuh dan tenang, tangan kanannya berada di balik saku jas putihnya dan Andrea berani bertaruh apabila Richard sedang memegang pistol miliknya.


Andrea mengambil inisiatif terlebih dahulu dan mengarahkan moncong Revolver miliknya tepat ke wajah Richard yang terlihat tenang dan tak menunjukan ekspresi apapun, semua orang yang ada di ruangan itu hening tak bersuara.


“Keluarkan tanganmu dari situ.“ Perintah Andrea dengan suara yang tenang, dan Richard memberikannya senyuman tipis dan kecil baru kemudian mengangkat kedua tangannya ke udara.


Tanpa disuruh, Robert segera memeriksa badan Richard dan beberapa detik kemudian Ia mengeluarkan sebuah pistol dari balik saku jas Richard, pistol yang sama yang Ia gunakan pagi tadi.


“Maafkan aku, itu sudah menjadi kebiasaan.“ Ucap Richard.


“Kalian berdua bisa duduk.” Kata Gilardo dengan ramah, dan Richard serta Lira langsung duduk di depannya. Robert dan Andrea berdiri di belakang mereka berdua.


“Mengapa kau datang kesini kawan?“ tanya Gilardo sembari menawarkan permen jeruk yang mereka tolak dengan baik-baik.


“Aku hanya ingin mengucapkan selamat padamu, aksi memberhentikan pasukan polisi tadi adalah hal yang luar biasa.“


“Mereka datang kesini ingin berperang, maka mereka layak mendapatkan apa yang mereka inginkan.“


Lalu, Lira menepukkan kedua tangannya ke udara dengan keras dan beberapa saat kemudian dua orang anak buahnya masuk ke dalam ruangan sembari membawa koper berwarna hitam yang langsung diletakan di pangkuan Lira. Lira kemudian menyuruh anak buahnya itu pergi dan membuka isi kopernya yang berisikan uang berjumlah besar sekali.


“Sekarang mari kita berbicara bisnis.“ Kata Lira sembari menggosokan kedua tangannya.


“Aku ingin melakukan pertukaran properti denganmu, kau bisa mendapatkan Hotel Carmella milikku dan sebagai gantinya kau harus menukarnya dengan Stasiun Gas milikmu yang terletak di tengah kota.“


Andrea tidak tahu banyak soal bisnis dan properti di kota ini, tetapi yang Andrea tahu ialah Hotel Carmella adalah hotel terbesar di kota ini dan juga salah satu dari 4 hotel yang ada di kota ini. Sementara Stasiun Gas milik Gilardo adalah salah satu Stasiun Gas yang sangat ramai sekali dengan pengunjung setiap harinya, dan juga satu-satunya Stasiun Gas di kota ini.


“Aku tahu Stasiun Gas milikmu adalah salah satu aset terbesarmu,“ kata Lira sembari mengangguk-anggukan kepalanya.


“Maka dari itu aku akan memberimu uang tambahan sebesar $60.000, cukup untuk membeli sepuluh mobil mewah baru untukmu.“ Lanjutnya dan Gilardo tersenyum tipis padanya.


“Beritahu aku alasanmu mengapa kau rela menukar salah satu Hotel terbesarmu dengan sebuah Stasiun Gas?“ tanya Gilardo dan kali ini Lira yang tersenyum padanya.


“Kita semua tahu Stasiun Gas mu menghasilkan keuntungan yang sangat besar, dan jangan salah paham. Hotel Carmella pun selalu ramai pengunjung tiap harinya, jadi aku berani jamin kau tidak akan rugi dengan pertukaran ini, begitu juga denganku. Kita akan sama-sama untung dengan pertukaran ini.“ Jawab Lira dan Gilardo menimbang jawabannya sembari mengambil permen jeruk.


“Baiklah, aku sepakat.“ Kata Gilardo dan Lira terlihat senang sekali sembari mengeluarkan kertas dari balik kopernya dan Gilardo kemudian menandatanganinya dengan pena.


“Senang berbisnis denganmu.“ Kata Lira sembari menyodorkan kopernya tadi dan bangkit berdiri.


“Senang berbisnis denganmu juga.“ Balas Gilardo sembari menjabat tangan Lira.


“Sekarang, saatnya aku dan Richard pamit.“ Kata Lira sembari menundukan badannya sedikit ke arah Gilardo.


“Kembalikan pistolku.“ pinta Richard dan Robert memberikannya padanya.


“Sampai jumpa!“


Bersambung


1 view0 comments

Related Posts

See All

Comments


bottom of page