top of page

Bab 5 - AFaAK

Jam dinding di belakang Gilardo sudah menunjuk ke arah angka 9 malam, dan Andrea serta Robert masih berada di ruangan Gilardo. Mereka berdua sempat makan malam terlebih dahulu di ruangan itu, salah satu orang Tappeli datang dan membawakan mereka semua makanan yang lezat.


“Cepat atau lambat, Mafia Arnaldo akan menjadi lebih besar dan lebih kuat dari sekarang,“ kata Gilardo sembari mengelap mulutnya dengan kain.


“Mereka sebenarnya sudah kuat, dan apabila Lira menyuruh anak buahnya untuk bertempur dengan kita, kita mungkin akan kalah.“ lanjut Gilardo, baik Robert maupun Andrea menatapnya dengan tatapan tak setuju.


“Tetapi Lira selalu hormat padaku, Ia tidak ingin mencari masalah denganku.“


“Keputusan yang bagus, jangan pernah macam-macam denganmu.“


“Aku yakin Consigliere mereka sudah mendorong Lira untuk memulai pertempuran sedari dulu,“ ucap Gilardo, Consigliere adalah kata lain dari tangan kanan pemimpin Mafia, sekaligus juga adalah orang kepercayaan pemimpin Mafia tersebut. Consigliere dari Mafia Tappeli adalah Ziotto Penale.


“Tetapi Lira menolaknya.“ Sambung Andrea dan Gilardo mengangguk ke arahnya.


“Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, cepat atau lambat. Kita akan bertempur dengan mereka di kota ini, untuk merebut kota ini.“ Kata Gilardo.


“Sudah tidak bisa dihindari, dua Mafia terbesar yang mengendalikan kota ini. Seharusnya hanya ada satu Mafia yang mengendalikan satu kota.“ Kata Robert dan Gilardo setuju padanya.


“Apa kabarnya Ziotto?“ tanya Andrea, mengalihkan pembicaraan.


“Dia sedang sibuk belakangan ini, tidak bisa menemui kita atau berada di sini. Itulah sulitnya menjadi manusia yang berada di sisi kejahatan dan juga sisi kebaikan.“ Ziotto adalah seorang mata-mata, saat ini dia bekerja untuk kepolisian nasional dan juga menjabat posisi yang tinggi disana. Tetapi di sisi yang lain juga Ia adalah tangan kanan dari Mafia terbesar di kota Delotto sekaligus juga adalah orang kepercayaan Gilardo.


“Aku baru saja mendapat kabar darinya,“ ucap Gilardo setelah memakan permen jeruk untuk kesekian kalinya.


“Kepala polisi nasional kali ini adalah orang baru dan sulit untuk diajak bekerja sama, Ia mengingatkanku perihal bahaya yang akan kita hadapi untuk kedepannya. Ini barulah permulaan,“ lanjut Gilardo.


“Tetapi Ia akan selalu menjamin keamananku dan kalian di sini, musuh tidak pernah tahu lokasi kita sedari dulu sampai sekarang. Berkat Ziotto pula kota kita menjadi tidak tersentuh dan tidak terlihat oleh kepolisian.“ lanjutnya.


“Aku harap dia tidak terlalu sibuk sampai-sampai lupa tentang pernikahannya.“ Kata Andrea dan Robert menatapnya bingung.


“Pernikahan? Ziotto akan nikah?“ tanya Robert dan Gilardo tertawa kecil mendengarnya.


“Yeah, aku lupa apabila kau baru saja keluar dari penjara. Ziotto akan menikah besok, kau akan ikut kan?“ tanya Gilardo.


“Tentu saja aku akan ikut.“ Jawab Robert dengan mantap.


“Apakah semua orang Tappeli ikut ke pernikahan tersebut?“ tanya Andrea, teringat perihal kekhawatiran istrinya.


“Tentu tidak. Hanya orang-orang tertinggi saja yang ikut, karena Ziotto juga akan mengundang teman-teman polisinya, dan Ia bilang ia juga akan mengundang kepala polisi nasional baru kita.“


“Apakah semuanya akan aman?“ tanya Robert, sedikit panik mendengarnya.


“Mereka tidak tahu siapa kita, dan Ziotto juga akan memperkenalkan kita sebagai keluarga jauhnya kepada mereka. Jadi semuanya akan aman dan terkendali.“ Jawab Gilardo dengan suara yang meyakinkan.


“Berarti akan aman apabila aku membawa serta Patricia kan?“ tanya Andrea dan Gilardo menganggukan kepalanya.


“Ya! Bawa serta Patricia! Bagaimana kabarnya?“ tanya Robert, terdengar senang sekali. Robert memang sangat dekat dengan Patricia dan Patricia juga tidak pernah takut dengan badan besar Robert.


“Dia baik-baik saja, hari ini juga dia menanyakan kabarmu.“ Jawab Andrea dan Robert tersenyum lebar mendengarnya, Robert juga mempunyai seorang anak perempuan yang Ia temukan di pinggir jalan dan Ia angkat sebagai anaknya, tetapi putrinya itu meninggal dunia beberapa bulan yang lalu karena sakit. Semenjak itu Andrea akui apabila Robert terlihat lebih berbeda daripada sebelumnya.


“Ajak semua keluarga dan orang terdekat kalian, Ziotto akan menerimanya dengan tangan terbuka,“ kata Gilardo dan Andrea serta Robert sama-sama menganggukan kepala mereka.


“Sekarang sudah saatnya kalian kembali ke rumah, terimakasih banyak atas kerjasama kalian dan tetaplah waspada, ini baru permulaan.“ Lanjutnya, Andrea dan Robert segera berdiri dan kemudian pamit pulang.


“Kau kesini bersama Timo?“ tanya Robert.


“Yeah, kau?“ tanya balik Andrea, mereka berdua sudah sampai di depan gedung Tappeli, anak buah Andrea yang tadi sempat ikut dengannya melawan pasukan polisi menyapanya dengan hangat.


“Selepas dari sel, aku langsung kesini dengan kedua kakiku. Sudah lama aku tidak berjalan-jalan menyusuri kota ini.“ Andrea tersenyum kecil padanya.


“Seharusnya jadi pelajaran untukmu, jangan pernah coroboh lagi dan selalu fokus dalam tugas yang kau dapat.“ Robert menepuk pundaknya pelan.


“Timo sudah menunggumu.“ Katanya sembari menunjuk ke arah Timo yang muncul dari balik jendela mobil, tersenyum lebar ke arah mereka.


“Sampai jumpa, Robert.“ ucap Andrea sembari berjalan pergi menuju ke arah Timo yang membukakan pintu mobilnya.


“Apakah anda bersenang-senang hari ini, tuan?“ tanya Timo setelah mereka pergi meninggalkan gedung Tappeli.


“Aku bertemu dengan musuh yang hebat, tentu saja aku bersenang-senang.“


“Mereka juga tidak tewas semuanya, jadi aku mengharapkan agar ketemu lagi dengan mereka suatu saat nanti.“ Timo tersenyum lebar mendengarnya.


Kali ini, kota terasa lebih hidup dari sebelumnya. Banyak penduduk yang keluar dan bercengkrama satu sama lain, entah karena ini masih jam 9 malam atau karena besok adalah hari sabtu. Tetapi Andrea senang sekali melihat penduduk kota ini tersenyum dan bahagia satu sama lain seperti ini.


“Timo, apakah kau punya keluarga?“ tanya Andrea.


“Ayah dan Ibuku sudah bercerai dari aku kecil tuan, jadi aku sudah terbiasa hidup sendiri semenjak saat itu.“ jawab Timo.


“Kau tidak punya istri? Atau saudara? “


“Tidak,tuan.“ Jawab Timo, dan senyumannya mengendur sedikit.


“Apakah enak tinggal sendirian saja?“


“Yah .. enak tidak enak,tuan. Dalam kesendirian, aku bisa menemukan damai dan tenang, tetapi terkadang juga terasa membosankan dan menakutkan apabila aku sendirian terus menerus,“ jawab Timo dan Andrea sedikit terkejut mendengar jawabannya.


“Tetapi aku lebih suka sendiri, lebih nyaman dan tak perlu dipusingkan dengan apapun selain diriku sendiri.“ Lanjutnya dan senyumannya melebar kembali.


“Ah, aku baru ingat. Setelah sampai ke rumah, bisakah kau antarkan aku dan teman Patricia kerumahnya?“ tanya Andrea.


“Tentu saja, tuan.“ Jawab Timo dan tak berapa lama kemudian mereka sudah sampai di rumah Andrea.


Andrea segera turun dari mobil, masuk ke dalam dan memeluk Aurora dan Patricia dengan hangat dan mengajak Natalia untuk pulang dengannya, Natalia terlihat enggan dan tidak ingin pulang, tetapi berapa lama kemudian Ia akhirnya setuju untuk pulang.


Andrea kemudian membukakan pintu untuknya dan duduk di samping Natalia, Timo tersenyum setulus dan tidak semengerikan yang Ia bisa dan Natalia tersenyum balik padanya, wajahnya terlihat lebih tenang dan lebih kalem dari sebelumnya. Beberapa saat kemudian, Timo menyalakan lagi mobilnya dan mereka pun menuju ke rumah Natalia.


“Mengapa kau benci rumahmu, Natalia?“ tanya Andrea dan Natalia menatapnya agak lama sebelum menjawab.


“Aku benci ayahku,“ jawab Natalia.


“Aku cemburu sekali dengan Patricia karena memiliki engkau sebagai seorang ayah, ayahku adalah lelaki brengsek.“ Baik Andrea maupun Timo agak terkejut mendengarnya.


“Memangnya seperti apa ayahmu itu?“


“Dia adalah seorang polisi tak berguna, sehari-hari menghabiskan waktunya meminum alkohol dan memukul siapapun yang mengganggunya.“ Jawab Natalia, dan akhirnya Andrea tersadar. Samar-samar terlihat beberapa benjolan berwarna biru gelap di kulit hitam Natalia.


“Bagaimana dengan ibumu?“ tanya Andrea.


“Ibuku adalah seorang pelacur, ia dekat dengan ayah dan suatu hari ibuku hamil. Ia meminta tanggung jawab pada ayahku, dan akhirnya ayahku terpaksa menikahinya dan sebagainya. 4 tahun setelah melahirkanku, ia meninggal karena penyakit. Setelah itu aku terpaksa hidup dengan ayahku.“ Jawab Natalia dan Andrea menatapnya agak lama.


“Bagaimana kau bisa tahu ini semua?” tanya Andrea, sedikit kebingunan.


“Tetanggaku yang menceritakannya padaku.” Jawab Natalia.


“Apakah kau membawa senapan?“ tanya Natalia, dan Andrea mengeluarkan revolver miliknya dari balik saku jas.


“Kau ingin aku membunuh ayahmu?“ tanya balik Andrea dan Timo menoleh ke arahnya, terkejut.


“Yeah.“


“Tetapi kemudian, bagaimana dengan kehidupanku?“ tanya Natalia kepada dirinya sendiri.


“Aku masih berusia 8 tahun, perempuan dan berkulit hitam.“ Lanjutnya, Andrea dan Timo sama-sama merasakan perasaan yang tidak enak pada diri mereka ketika mendengar ucapan tersebut.


“Kau bisa tinggal denganku, aku yakin Aurora dan Patricia akan menerimamu dengan hangat.“ Kata Andrea dan Natalia menatapnya dengan tatapan yang bercampur rasa sedih sekaligus rasa bahagia, dan kemudian Natalia memeluk Andrea dengan hangatnya.


“Kau masih yakin untuk membunuh ayahmu?“ tanya Andrea, Natalia melepas pelukannya, mengelap air matanya dan kemudian menganggukan kepalanya sekali.


“Rumahku yang itu.“ Natalia kemudian menujuk ke sebuah rumah tua yang kecil dan kumuh, Timo pun memberhentikan mobilnya.


“Kau tunggu di sini.“ Perintah Andrea sembari keluar mobil, Revolver sudah siap untuk ditembakkan di tangan kanannya.


Ketika Andrea masuk ke dalam rumah, Ia sudah disambut oleh ayah Natalia yang sudah teler akibat minum terlalu banyak alkohol, ia tertidur diatas meja makan yang penuh dengan botol minuman keras dan Ia masih menggenakan seragam polisinya yang sudah kotor. Andrea kemudian menarik hammer Revolver miliknya.


"Siapa kau?!" tanya ayah Natalia terbangun mendengar suara revolver milik Andrea.


"Aku adalah ayah dari teman anakmu." jawab Andrea singkat.


"Oh ya? Lalu dimana anak sialan itu? Aku sudah lama tidak menciumi tubuhnya yang indah itu." kata ayah Natalia dengan wajah yang menjijikan.


Dengan satu gerakan yang cepat, Andrea menembakan satu buah peluru yang menancap di kepala ayah Natalia yang langsung membunuhnya saat itu juga. Suara tembakannya menggema ke seisi rumah dan kemudian Andrea berjalan keluar dari rumah itu dan masuk ke dalam mobil, dimana Ia sudah disambut dengan pelukan hangat oleh Natalia.


“Terimakasih.“ Ucapnya dengan nafas terengah-engah karena menangis.


“Antarkan kami kembali ke rumah, Timo.“ Perintah Andrea sembari mengelus rambut Natalia dengan lembut.


Sepanjang perjalanan, di dalam mobil hanya terdengar suara isakan pelan Natalia yang masih belum melepas pelukannya terhadap Andrea, tetapi tak berapa lama sebelum mereka sudah sampai di rumah, Natalia telah tertidur dalam pelukannya dan badannya terasa hangat dan tentram sekali.


“Ini untukmu. Dan kutunggu kau besok.“ Kata Andrea sembari memberikan Timo sejumlah uang yang cukup banyak, Timo berteriak terima kasih ketika Andrea menggendong Natalia masuk ke dalam rumahnya.


“Eh?“ gumam Aurora yang menyambut Andrea, terlihat kebingungan melihat Natalia berada di pelukan suaminya.


“Dia tidak ingin pulang, benci rumahnya dan juga benci ayahnya. Memintaku untuk membunuh ayahnya, dan sudah aku lakukan.“ Kata Andrea dengan suara yang pelan, tak ingin membangunkan Natalia yang masih dalam pelukannya. Aurora menatapnya dengan tatapan bingung.


“Jadi, dia sekarang adalah keluarga kita?“ tanya Aurora dan Andrea menganggukan kepalanya.


“Aku tak masalah dengan keputusanmu, Natalia juga adalah anak yang baik.“


“Baguslah apabila kau setuju,“ ucap Andrea dan Aurora tersenyum manis padanya, terlihat bangga pada keputusan Andrea untuk membantu dan membawa pulang Natalia.


“Dia akan tidur dimana?“ tanya Andrea dan Aurora mengambil Natalia dari gendongannya.


“Patricia tidak akan keberatan dengan dirinya, kan?“ tanya balik Aurora sembari berjalan ke arah kamar Patricia, Andrea tersenyum lega mendengarnya.


Andrea kemudian melepas jasnya dan menggantungnya di balik sandaran kursi makan miliknya, ia juga melepas topi fedora hitamnya yang sudah bolong itu dan kembali memeriksanya seakan Ia berharap bisa mengembalikannya seperti semula.


“Kok bisa bolong?“ tanya Aurora yang sudah kembali.


“Tertembak oleh musuh,“ jawab Andrea dan Aurora terlihat kaget mendengarnya.


“Hanya satu yang hebat dari mereka, sisanya adalah manusia payah.“ Sambung Andrea berusaha untuk membuat istrinya lebih tenang.


“Mereka belum memuatnya dalam berita.“ Kata Aurora sembari melihat ke arah televisi yang hanya menampilan layar kosong.


“Aku rasa mereka tidak akan memuatnya dalam berita, ini adalah kekalahan yang memalukan bagi mereka.“ Aurora kemudian membuatkannya teh tawar hangat.


“Oh ya,“ ucap Andrea setelah menyeruput tehnya.


“Tuan Gilardo bilang kita bisa ikut ke pesta pernikahan tuan Ziotto sembari membawa Aurora dan juga Natalia.“ Lanjutnya dan Aurora terlihat senang sekali mendengarnya.


“Apakah kau sudah bertemu dengan calon istri tuan Ziotto?“ tanya Aurora dan Andrea berpikir sejenak dan kemudian menggelengkan kepalanya.


“Hmm, aku kira kau sudah bertemu dengannya.“


“Tuan Ziotto dan istrinya tinggal di kota lain yang berbeda dengan kita.“ kata Andrea dan Aurora terlihat sedang memikirkan sesuatu.


“Bagaimana kalo kita mengunjungi mereka?“ usul Aurora.


“Tidak, tuan Ziotto adalah orang yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Aku tidak mau menganggunya. Lagipula kita akan ke pernikahan mereka besok,“ balas Andrea sembari menepuk pelan pipi istrinya itu dengan lembut.


“Aku yakin dia pasti mengerti dengan kondisinya dan juga kondisi kita.“ Lanjut Andrea dan Aurora tersenyum padanya.


“Berikan topimu padaku, aku akan menjahitnya besok.“ Pinta Aurora dan Andrea memberikan topinya itu padanya. Kemudian ia menyalakan televisinya dan Ia langsung disambut oleh kepala polisi nasional yang sedang memberikan penjelasan terhadap puluhan wartawan di depannya.


“Hari ini, aku mendapatkan kabar apabila pasukanku telah gagal untuk masuk ke dalam kota Delitto,“ katanya dan dari ekspresi wajahnya, ia tampak tidak senang sama sekali.


“Hampir semua pasukan yang ku kirim telah tewas di tangan mafia, dan hanya menyisahkan sedikit saja yang masih bisa masuk ke dalam kota,”


“Meskipun begitu, aku tidak akan pernah menyerah dan akan kulakukan semua cara untuk menjatuhkan mafia di kota itu!“ lanjutnya, kali ini ditutup dengan teriakan.


“Maka dari itu aku meminta kalian semua untuk hening sejenak mengenang mereka yang gugur pada hari ini.“ Pintanya dan setelahnya hening untuk beberapa saat sebelum telepon rumah milik Andrea berbunyi dengan nyaring, Andrea kemudian bergegas untuk mengangkatnya.


“Itu omong kosong.“ Ucap Ziotto dari balik telepon.


Bersambung ...


1 view0 comments

Related Posts

See All

Comments


bottom of page