top of page

Bab 9 - AFaAK

Ia kemudian masuk ke dalam mobil pribadi miliknya, menyalakan mesinnya dan kemudian mulai memacu mobil kesayangannya itu menuju markas Mafia Tappeli berada. Di sepanjang jalan, Andrea melihat ramainya penduduk kota yang berada di jalanan, beberapa ada yang sedang menghabiskan waktu dengan keluarga mereka di restoran dan beberapa ada juga yang sedang berbelanja bersama teman mereka.


Andrea sudah menetap di kota ini setelah tugasnya sebagai seorang tentara Amerika Serikat usai, dan ia merasakan betul bagaimana berubahnya suasana kota ini. Sebelum kedatangan Gilardo dan juga Mafia Tappeli di kota ini, penduduk tinggal dalam kemiskinan dan tiap harinya di sisi jalan dipenuhi dengan kejahatan jalanan yang rata-rata dilakukan karena semakin menipisnya uang di dompet dan semakin kerasnya bunyi perut.


Tetapi setelah Gilardo datang dan membangun Mafia Tappeli di kota ini, penduduk mendapat pekerjaan baru dan kejahatan jalanan sudah semakin berkurang. Meskipun begitu, tetap saja ada beberapa orang nakal yang masih melakukan kejahatan jalanan tetapi Gilardo menyatakan perang terbuka melawan siapapun yang berani melakukan segala tindakan kriminal di kota ini apabila tanpa persetujuan atau perintahnya.


Wali kota Delitto juga tidak berbuat banyak dan lebih menyerahkan tugas mengurus serta mengatur seisi kota ini ke tangan Gilardo yang melaksanakan tugasnya dengan amat gemilang, mengubah kota yang tadinya adalah markas utama kemiskinan dan kejahatan, menjadi kota yang lebih maju dan lebih baik dari sebelumnya.


Andrea tentunya bangga bisa menjadi salah satu anak buah sekaligus orang kepercayaan Gilardo. Secara tidak langsung Andrea juga mengubah nasib kota ini dan juga orang-orang yang tinggal di dalamnya.


“Tunggu sebentar, aku sudah memanggil Luca. Dia seharusnya datang tak lama lagi,” kata Gilardo, ketika Andrea sudah tiba di depannya. Ia sedang tiduran di kursi khusus di samping orang yang sedang menyukur janggut tipis miliknya secara hati-hati.


“Aku kira kau tahu dimana dia tinggal.” Lanjut Gilardo sembari tertawa pelan.


“Aku hanya tahu namanya saja, aku belum pernah bertemu dengannya.” Balas Andrea sembari mengambil permen jeruk di meja Gilardo dan memakannya.


“Tentu saja kau tidak tahu.” Andrea bisa mendengar tawa dalam suara Gilardo.


“Tuan, kau memanggilku?” tanya Luca ketika sudah masuk ke dalam ruangan.


“Yeah, bisakah kau tunjukan teman kita ini dimana Linda berada? Aku yakin dia sedang berada di rumahnya saat ini.” Jawab Gilardo sembari menunjuk Andrea, Luca kemudian menatap Andrea sebentar dan bertanya.


“Kau tidak tahu dimana rumah Linda?” tanya Luca dan Gilardo tertawa keras mendengarnya, Andrea mengangkat kedua bahunya.


“Baiklah, ayo kita berangkat. Dia tidak jauh dari sini.” Lanjut Luca sembari berjalan keluar, Andrea menyusulnya dengan cepat.


Luca memang berkata apa adanya, tak butuh waktu yang lama. Mereka berdua sudah sampai di rumah berukuran sedang yang tertutup rapat, gorden berwarna abu-abu menutupi jendela yang terkunci rapat dan dari luar tampak tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam rumah itu.


Kemudian, Luca bergegas ke depan pintu rumah itu dan mengeluarkan alat khusus miliknya dari balik saku kemejanya dan sedetik kemudian kunci pintu rumah tersebut terbuka dengan mudah. Luca memberikan anggukan kepala sebelum pergi meninggalkan Andrea untuk menjalankan tugasnya.


Setelah Luca tak terlihat lagi, Andrea kemudian membuka pintu rumah tersebut secara perlahan dan kemudian menutupnya kembali tanpa bersuara sedikitpun. Ketika masuk ke dalam rumah, Andrea bisa mendengar perkakas dapur yang saling berbenturan satu sama lain dan di samping Andrea berdiri sekarang terdapat gantungan pakaian. Andrea pun melepas topi fedora hitam miliknya dan menggantungnya di gantungan itu, lalu kemudian berjalan ke arah dapur secara perlahan dan diam-diam.


Sesampainya di dapur, Andrea melihat seorang wanita berambut merah panjang yang sedang membelakangi dirinya dan tampaknya sedang memasak sesuatu. Secara perlahan pun Andrea mengeluarkan Revolver miliknya dari balik saku jas dan kemudian menempelkan moncongnya tepat ke bagian belakang kepala wanita itu. Linda langsung refleks terkejut dan segera mengangkat kedua tangannya keatas.


“Tentunya kau tahu mengapa aku bisa berada di sini.” Kata Andrea sembari mengarahkan Linda untuk duduk di depan meja makan berukuran satu orang di dekatnya, Andrea kemudian mengambil kursi dan duduk di depan Linda sementara moncong Revolver-nya masih mengarah ke wajah Linda yang terlihat sangat ketakutan.


“Ah, jadi itu kau. Andrea Ventura, pembunuh bayaran terbaik dari Mafia Tappeli,” ucap Linda ketika melihat wajah Andrea, suaranya terdengar sangat ketakutan tetapi Linda berusaha untuk tidak menunjukannya di hadapan Andrea.


“Karena aku bisa bertemu denganmu hari ini, tampaknya aku sedang dalam masalah.” Lanjutnya tampak tidak mengerti.


“Beberapa hari yang lalu kau baru saja merampas salah satu properti Tappeli, beruntungnya berkat kecantikan dan ketenaranmu kau langsung dikenali oleh kasir itu.” Jawab Andrea, kedua mata Linda melebar ketika mendengar itu.


“Aku berani bersumpah! Aku tidak tahu apabila itu adalah salah satu milik Tappeli!” serunya, suaranya kini terdengar sangat ketakutan tetapi Andrea hanya menggelengkan kepalanya sembari berjalan menuju kompor dan kemudian mematikan apinya, Revolver miliknya masih mengarah ke Linda yang masih mengangkat kedua tangannya dan terlihat lebih ketakutan dari sebelumnya.


“Tentu saja kau tidak tahu.” Cemooh Andrea ketika Ia sudah duduk di depan Linda.


“Aku punya dua pertanyaan, dan aku ingin kau menjawabnya dengan jujur. Mungkin dua jawabanmu itu adalah malaikat penyelamatmu, atau malah menjadi malaikat kematian darimu.” Lanjut Andrea, Linda menganggukan kepalanya yang bergemetaran.


“Darimana kau mendapatkan senapanmu?”


“Aku kenal dengan banyak pria di kota ini, beberapa dari mereka adalah anggota mafia. Aku tidak tahu apakah mereka Mafia Tappeli, Arnaldo atau yang lainnya, tetapi salah satu dari mereka meninggalkan senapan milik mereka di kamarku.”


“Apakah kau tahu apa senapan itu? Dimana kau meletakannya?”


“Aku tidak tahu apa senapan itu dan aku meletakannya di atas lemari itu.” Linda kemudian menunjuk ke arah Lemari tepat di belakang Andrea, Andrea kemudian meraih bagian atas lemari itu dan mengambil sebuah Colt M1911 dan kemudian duduk di depan Linda lagi.



Andrea kemudian menaruh Revolver miliknya kebalik saku jasnya, dan kemudian mengeluarkan tempat peluru pistol Colt M1911 milik Linda dan meletakan tempat peluru itu di meja di hadapan mereka berdua lalu dengan sedikit menekan ujung pistol, Andrea kemudian mengokang pistol itu dan keluarlah satu butir peluru yang membuat kaget Linda.


Tetapi Andrea tersenyum kecil melihatnya dan kemudian meletakan pistol kosong milik Linda itu di meja dan menarik keluar kembali Revolver miliknya.


“Itu adalah Colt M1911, senapan paling umum yang akan kau jumpai di negara ini.”


“Aku tidak pernah mendengarnya atau melihatnya.” Andrea tertawa pelan mendengar keluguan Linda terhadap senapan yang Ia punya.


“Sekarang, pertanyaan kedua.” Linda kemudian mengarahkan kedua bola mata berwarna birunya ke arah Andrea, menatapnya dengan tatapan penasaran sekaligus ketakutan.


“Mengapa kau melakukannya?” Linda menghembuskan nafasnya ketika mendengar pertanyaan itu.


“Aku sakit, dan aku tidak tahu apa yang membuatku sakit. Aku juga kehabisan uang karena sedikitnya pelanggan yang menginginkanku belakangan ini. Satu-satunya jalan adalah dengan merampas toko itu.”


“Aku berani bersumpah itulah alasan utama mengapa aku merampas toko itu! Aku juga tidak tahu apabila toko itu adalah milik Tappeli, aku bersumpah!” Air mata mulai keluar dari mata indah Linda.


“Kau sudah menggunakan uang hasil rampasanmu itu?” Linda menganggukan kepalanya cepat-cepat, terlihat sangat panik.


“Aku menggunakan sebagian untuk membeli makanan, sisanya untuk beberapa obat. Tetapi masih tersisa beberapa yang cukup untuk bulan ini.”


“Dimana kau menyimpan uang itu?”


“Di lemari kamarku.”


“Bolehkah aku melihat tanganmu?” tanya Andrea, Linda kemudian menyodorkan tangan kirinya ke arah Andrea dengan telapak tangan menghadap ke atas.


Kemudian, Andrea menarik hammer Revolver miliknya dan menembak telapak tangan Linda dari jarak yang sangat dekat. Suara letusan Revolver miliknya menggema ke seisi rumah dan kemudian jeritan kesakitan dari Linda juga menyeimbangi suara letusan Revolver tadi. Linda terjatuh dari kursinya dan masih berteriak kesakitan sembari melihat ke arah telapak tangannya.


Andrea kemudian berjalan ke arah kamar Linda, mencari lemari milik Linda dan kemudian menggeledah isinya sampai akhirnya Ia menemukan sejumlah uang berjumlah cukup besar dan kemudian Ia menaruh uang itu ke balik saku jas miliknya dan berjalan ke arah dapur dimana Linda masih menjerit kesakitan dan tergeletak di lantai.


“Nah, Linda. Kau tentunya tahu siapa aku kan?” tanya Andrea, Linda yang masih tergeletak di lantai menganggukan kepalanya berkali-kali karena ketakutan. Air matanya kini bertambah lebih banyak.


“Jika kau masih ingin hidup, pergilah dari kota ini. Pergi sejauh yang kau bisa, ambil obat-obatmu, pakaianmu dan semua milikmu lalu pergi dari kota ini. Jika kau tidak pergi dari kota ini dan kita bertemu satu sama lain di jalan, kau akan mati. Setuju?” Linda kemudian menganggukan kepalanya patuh, Andrea kemudian berjalan pergi ke arah pintu keluar dan mengambil topi hitam fedora miliknya dari gantungan dan memakainya.


“Semoga kau cepat sembuh.” Kata Andrea keras sebelum menutup pintu rumah Linda dengan rapat, meredam jeritan kesakitannya.


Ketika sudah berada di luar rumah Linda, Andrea melihat kesekelilingnya dan mendapati apabila tidak ada satupun tetangga yang keluar dan mau tahu apa yang baru saja terjadi.

Andrea kemudian merapikan jas miliknya dan berjalan kembali menuju markas Tappeli, dimana ketika Ia sudah sampai di ruangan Gilardo. Ia langsung disambut dengan senyum lebar Gilardo yang terlihat senang sekali melihat kehadiran Andrea.


“Kau tak akan menemukannya lagi di sini.” Kata Andrea sembari memberikan uang Linda kepada Gilardo, yang menghitungnya sejenak dan kemudian memasukannya ke dalam laci mejanya.


“Kerja bagus untuk hari ini,” ucap Gilardo sembari memberikan uang kepada Andrea.


“Aku sedang menyiapkan semuanya untuk hari dimana kau akan membunuh kawan lamamu itu, bersabarlah sebentar.”


“Tetapi aku baru mendapat permintaan dengan bayaran yang sangat besar dari satu-satunya bank di kota ini, mereka memintaku untuk mencari keberadaan seorang pria bernama James Carlton.” Andrea tidak pernah mendengar nama orang itu, jadi Ia memutuskan untuk tetap diam dan mendengarkan instruksi selanjutnya.


“Dia adalah salah seorang pegawai bank kota ini sampai ketika Ia memutuskan untuk membawa lari uang berjumlah sangat besar seorang diri, hebatnya Ia hilang begitu saja tanpa jejak. Bahkan sampai detik ini, kepolisian dan pihak bank tidak tahu menahu dimana keberadaan James ini.”


“Itulah alasan pihak bank meminta bantuanmu.” Gilardo tersenyum mendengar pujian Andrea.


“Ya, aku mempunyai mata dan telinga di jalanan kota ini. Aku tahu setiap manusia yang menginjakkan kaki mereka di sini. Aku juga tahu dimana James Carlton berada saat ini, dan aku ingin kau pergi kesana untuk membunuhnya.”


“Sejumlah pekerja di pelabuhan di ujung kota ini mengatakan apabila mereka melihat seorang pria yang tinggal di dalam salah satu kontainer besar milik mereka. Mereka mendengar suara gaduh musik radio dari dalam kontainer itu, dan kasir dari toko di dekat situ juga mengatakan apabila Ia melihat orang yang wajahnya persis dengan James.”


“Satu-satunya alasan mengapa tidak ada orang-orang yang berani mendekati James adalah karna James membawa senapan, dan Ia tidak mempunyai senapan yang kecil dan tidak berguna, Ia mempunyai senapan yang layak untuk ditakuti oleh banyak orang.”



“Remington Model 870.” Itu adalah senapan shotgun yang sangat terkenal dan sering digunakan di negara ini, dianggap oleh banyak orang sebagai shotgun terbaik yang pernah diciptakan. Gilardo punya shotgun itu, dan Ia mengeluarkan shotgun itu dan meletakannya di meja.


“Kau tentunya tahu apabila ini adalah senapan favoritku setelah Henry Rifle disana,” Gilardo menunjuk ke arah belakangnya, dimana senapan rifle Henry miliknya terpajang. Senapan itu berwarna emas dan tentunya sangat antik, Gilardo mengeluarkan uang yang tidak sedikit

untuk mendapatkan senapan itu.



“Sekarang, kau sudah tahu siapa musuhmu dan senapan apa yang Ia punya. Tugasmu sangatlah mudah, bunuh dia dan ambil uang yang ia bawa.” Andrea menganggukan kepalanya mengerti.


“Tetapi kau tak perlu berburu-buru, James tidak akan pergi meninggalkan kontainernya dalam waktu yang dekat.” Gilardo menawari Andrea permen jeruknya yang Andrea tolak dengan halus.


“Jadi, kapan kau akan menggunakannya lagi?” tanya Andrea sembari menunjuk ke arah senapan Henry yang terpajang di belakang Gilardo. 5 tahun yang lalu, ketika awal-awal Andrea bertemu dengan Gilardo, Andrea terkesan sekali dengan kemampuan menembak Gilardo yang sangat jitu dan akurat menggunakan senapan itu. Tetapi usia Gilardo kini telah mengalahkannya dan Ia hanya tertawa mendengar pertanyaan Andrea.


“Tanganku sekarang bergetar ketika aku memegang senapan itu, aku tinggalkan urusan menembak musuh kepada tanganmu saja.” Kata Gilardo lalu ia tertawa pelan.


Jam dinding besar di ruangan Gilardo berbunyi dengan keras, jarum jam sudah menunjuk ke arah 12 siang. Kemudian, ada dua orang anak buah Gilardo yang masuk ke dalam ruangan dan membawakan mereka makanan siang yang terlihat lezat.


“Sebelum kau memulai berburu lagi, istirahatkan dirimu sejenak dan temani aku makan siang di sini.”


Lalu, Andrea dan Gilardo memakan makan siang mereka dengan lahap dan nikmat. Tak butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk menghabiskan makanan di depan mereka, dan tak lama setelah mereka menghabiskan makanan siang anak buah Gilardo kembali masuk ke dalam ruangan sembari memberikan Gilardo wine putih yang terlihat segar dan segelas teh tawar hangat untuk Andrea.


“Aku baru menyadarinya kemarin,” kata Gilardo setelah membersihkan mulutnya dengan segelas wine putih.


“Apabila kau tidak pernah meminum alkohol.” Andrea tersenyum kecil ketika akhirnya bossnya itu menyadari salah satu kebiasaannya.


“Aku dulu adalah peminum yang berat, aku tidak pernah meminum apapun selain minuman yang ada alkoholnya. Sampai suatu hari, aku tidak bisa mengontrol diriku dan memulai keributan di kota ini.”


“Semenjak hari itu, aku berjanji untuk tidak meminum alkohol lagi. Lagipula, setelah aku bertemu dengan Aurora dan Ia membuatkanku kopi hitam pahit, aku langsung jatuh cinta dengan minuman itu, begitu pula dengan teh tawar ini.”


“Aku beruntung aku tidak pernah sampai kehilangan kendali atas tubuhku selama aku minum alkohol.” Kata Gilardo dan mereka berdua tertawa pelan.


Tak lama kemudian, telepon milik Gilardo berbunyi dengan keras dan Gilardo segera mengangkatnya. Andrea meminum kopi hitamnya sampai habis lalu kemudian pamit meninggalkan Gilardo.


Andrea kemudian naik ke dalam mobilnya sekali lagi, dan kemudian memacu mobilnya itu menuju ujung kota Delitto dimana satu-satunya pelabuhan di kota ini berada. Butuh waktu yang cukup lama bagi Andrea untuk sampai kesana, sesampainya Ia disana ia langsung disambut oleh pekerja pelabuhan yang ternyata juga adalah anak buah Gilardo, mereka langsung menunjuk ke sebuah kontainer besar berwarna merah dimana James tinggal di dalamnya.


“Dia baru saja kembali dari toko, aku rasa dia sedang menikmati makan siang di dalam.” Kata salah seorang pekerja, tak butuh waktu lama. Andrea segera berjalan mendekat menuju kontainer itu dengan Revolver yang sudah ia keluarkan dari balik saku jas warna hitam miliknya.


“James, ini aku. Andrea Ventura, dan aku ingin berbicara denganmu.” Teriak Andrea ketika ia berada di samping pintu masuk kontainer, sayup-sayup terdengar lantunan musik dari radio dan beberapa detik kemudian suara letusan shotgun milik James menggema dan hampir mengenai Andrea.


Bersambung ...

1 view0 comments

Related Posts

See All

Comments


bottom of page